Ancaman Cyberbullying Meningkat, Diskominfo OKI Perkuat Literasi Digital di Kalangan Pelajar dan Orang Tua

  • Bagikan

SUMSELDAILY.CO.ID, OGAN KOMERING ILIR – Dunia maya menawarkan segudang informasi dan kemudahan, namun juga menyimpan potensi bahaya, terutama bagi anak-anak dan remaja. Salah satu ancaman yang kian mengkhawatirkan adalah cyberbullying atau perundungan siber. Menyadari hal tersebut, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, mengambil langkah proaktif dengan menggencarkan program literasi digital yang menyasar pelajar, guru, dan orang tua. Langkah ini merupakan upaya untuk mencegah dan menanggulangi kasus cyberbullying yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan emosional anak.

Dalam seminar bertajuk “Bullying dan Parenting Gadget” yang diselenggarakan di Yayasan Pendidikan Islam Madrasah Manbaul Ulum Islamiah Desa Celikah, Kayuagung, OKI, pada Kamis (6/2/2025), Sekretaris Dinas Kominfo OKI, Adi Yanto, memaparkan data yang mengkhawatirkan. “Statistik menunjukkan bahwa jumlah kasus cyberbullying terus meningkat dari tahun ke tahun, dan dampaknya bisa sangat merusak kesehatan mental dan emosional anak-anak,” ungkap Adi. Oleh karenanya, lanjut Adi, perlu dipahami tentang perundungan di ranah digital, sebagai bentuk antisipasi.

Cyberbullying atau perundungan siber adalah segala bentuk tindakan intimidasi, pelecehan, atau perundungan yang dilakukan melalui platform digital, seperti media sosial, aplikasi pesan instan, game online, atau forum diskusi. Bentuknya bisa berupa komentar yang menyakitkan, penyebaran berita bohong, ancaman, pengucilan sosial, hingga penyebaran foto atau video pribadi tanpa izin.

Berbeda dengan perundungan konvensional, cyberbullying memiliki jangkauan yang lebih luas dan dampak yang lebih lama. Sebuah postingan atau komentar yang merundungkan dapat dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dan sulit untuk dihapus sepenuhnya. Hal ini dapat meningkatkan intensitas dan dampak dari perundungan tersebut. Korban cyberbullying dapat merasa tertekan, terisolasi, malu, dan bahkan depresi.

Adi Yanto juga menyoroti fenomena oversharing atau berbagi informasi pribadi anak secara berlebihan di media sosial sebagai salah satu faktor yang dapat memicu cyberbullying. “Ada bahaya yang mengintai kalau over sharing khususnya foto atau video anak-anak kita. Yang kemudian dapat dimanipulasi atau dieksploitasi orang lain untuk tujuan merendahkan atau mempermalukan mereka,” jelas Adi.

Orang tua, tanpa sadar, seringkali membagikan terlalu banyak informasi tentang anak-anak mereka di media sosial, mulai dari foto, video, hingga data pribadi. Informasi ini dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan perundungan atau bahkan kejahatan yang lebih serius. Oleh karena itu, orang tua perlu lebih bijak dan berhati-hati dalam membagikan informasi tentang anak-anak mereka di media sosial.

Salah satu faktor yang membuat cyberbullying lebih berbahaya adalah anonimitas. Di dunia maya, pelaku perundungan seringkali bersembunyi di balik akun anonim atau identitas palsu. “Selain itu, ada fenomena perundungan di dunia maya dilakukan secara anonim, sehingga sulit dilacak. Hal ini menciptakan lingkungan pelaku merasa lebih berani melakukan tindakan perundungan tanpa takut konsekuensinya,” tambah Adi.

Dengan tidak perlu menunjukkan identitas asli, pelaku merasa lebih leluasa untuk melontarkan kata-kata kasar, ancaman, atau hinaan tanpa takut ketahuan atau mendapat sanksi. Anonimitas ini juga membuat korban merasa lebih terintimidasi dan sulit untuk membela diri.

Untuk mencegah anak menjadi korban cyberbullying, Adi Yanto menekankan pentingnya edukasi literasi digital sejak dini. “Edukasi bukan hanya tentang cyberbullying, tapi mulai dari dasar, yakni mengenalkan literasi digital pada anak-anak, mengenal keamanan ruang digital dan etika digital,” ujarnya.

Literasi digital mencakup pemahaman tentang cara menggunakan teknologi digital secara aman, bertanggung jawab, dan etis. Anak-anak perlu diajarkan tentang cara melindungi privasi mereka di dunia maya, mengenali dan menghindari cyberbullying, serta cara melaporkan tindakan perundungan yang mereka alami atau lihat.

Adi Yanto juga menyoroti peran penting orang tua dan guru dalam mencegah dan menangani cyberbullying. “Pentingnya kesadaran dan dukungan orang tua dan guru tentang ancaman perundungan siber di lingkungan sekolah. Melalui Pendidikan literasi digital,” terang Adi. Orang tua dan guru harus peka terhadap perubahan perilaku anak yang mungkin mengindikasikan bahwa mereka menjadi korban cyberbullying.

Jika anak menunjukkan tanda-tanda cyberbullying, orang tua dan guru perlu segera bertindak dengan memberikan dukungan emosional, membantu anak melaporkan tindakan perundungan, dan mencari bantuan profesional jika diperlukan. Komunikasi yang terbuka dan suportif antara orang tua, guru, dan anak menjadi kunci utama dalam mencegah dan mengatasi cyberbullying.

Selain memberikan edukasi, Adi Yanto juga menekankan pentingnya melatih anak-anak untuk mengambil sikap saat mendapati diri menjadi korban cyberbullying. “Berikan anak-anak kemampuan untuk tahu apa yang harus dilakukan jika mengalami perundungan cyber. Kita bisa mendorong mereka segera memberi tahu situasi tersebut pada orang tua atau guru, dan ajarkan juga untuk tidak merespons atau membalas tindakan perundungan dengan cara yang sama,” tutupnya.

Anak-anak perlu diajarkan tentang cara-cara untuk melindungi diri di dunia maya, seperti:

– Tidak membagikan informasi pribadi secara sembarangan di media sosial.
– Memilih kata sandi yang kuat dan tidak mudah ditebak.
– Berhati-hati dalam menerima permintaan pertemanan dari orang yang tidak dikenal.
– Tidak menanggapi pesan atau komentar yang bersifat merendahkan atau mengancam.
– Memblokir akun yang melakukan perundungan.
– Menyimpan bukti-bukti perundungan (misalnya, screenshot pesan atau komentar).
– Melaporkan tindakan perundungan kepada orang tua, guru, atau pihak yang berwajib.
– Sinergi Multipihak: Mewujudkan Lingkungan Digital yang Aman

Mencegah cyberbullying membutuhkan sinergi dan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, hingga pemerintah. Keluarga perlu memberikan perhatian dan pengawasan terhadap aktivitas anak di dunia maya, serta membangun komunikasi yang terbuka dengan anak. Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang aman dan suportif bagi seluruh siswa, serta mengadakan program-program edukasi tentang cyberbullying.

Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran tentang cyberbullying dan berperan aktif dalam mencegah dan menangani kasus-kasus perundungan. Pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait dengan keamanan siber dan perlindungan anak di dunia maya, serta menindak tegas pelaku cyberbullying. Dengan sinergi yang kuat dari seluruh elemen masyarakat, diharapkan lingkungan digital yang aman dan sehat bagi anak-anak Indonesia dapat terwujud.

Cyberbullying dapat memberikan dampak jangka panjang yang serius bagi kesehatan mental dan emosional korban. Korban cyberbullying dapat mengalami trauma, kecemasan, depresi, rendah diri, gangguan tidur, gangguan makan, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri. Dampak ini dapat mengganggu proses belajar mengajar, menurunkan prestasi akademik, dan menghambat perkembangan sosial anak.

Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan cyberbullying harus menjadi prioritas utama bagi semua pihak. Deteksi dini dan intervensi yang tepat sangat penting untuk meminimalisir dampak buruk dari cyberbullying dan membantu korban untuk pulih.

Untuk membangun generasi yang bijak berinternet dan terhindar dari cyberbullying, literasi digital harus ditanamkan sejak dini. Anak-anak perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan internet secara aman, bertanggung jawab, dan etis. Mereka perlu memahami risiko dan bahaya yang ada di dunia maya, serta cara-cara untuk melindungi diri dari berbagai ancaman, termasuk cyberbullying.

Dengan literasi digital yang baik, diharapkan anak-anak Indonesia akan mampu memanfaatkan teknologi digital secara positif dan produktif, serta terhindar dari dampak negatif yang mungkin timbul. Literasi digital menjadi kunci utama dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan dan peluang di era digital.(*)

  • Bagikan
Exit mobile version