Terkait Keluhan Sekdin Pendidikan OKI, AJI Palembang Beberkan Standar Kode Etik Jurnalistik

  • Bagikan

SUMSELDAILY.CO.ID, OKI – Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang Prawira Maulana mengatakan, seorang jurnalis tidak diperbolehkan menuangkan pendapatnya atau beropini terkait wacana peliputan itu sendiri.

Prawira juga menjelaskan, mencampurkan fakta dan opini adalah sikap dari tidak adanya profesionalisme jurnalis itu sendiri.

“Tidak menggabungkan fakta dan menolak opini merupakan penegasan kedudukan Pers yang tidak memihak atau independensi Pers itu sendiri. Hal itu sangat tidak dibenarkan sebagaimana telah diatur di Kode Etik Jurnalistik,” jelasnya di Palembang, Senin (25/7/2022).

Secara gamblang Prawira menegaskan, sebuah produk jurnalis sangat tidak diperbolehkan menggabungkan fakta dan opini.

“Dua unsur (fakta dan opini) dapat digabungkan ketika hendak membuat tajuk rencana. Bentuknya pun artikel, bukan berita,” katanya.

Selain itu, profesionalisme jurnalis juga terlihat dari teknik wawancara yang dilakukan pada narasumber.

Dalam hal ini, Kode Etik Jurnalistik juga telah menyebutkan bahwa jurnalis harus memiliki etikad dan sikap independensi.

“Bahkan jurnalis juga tidak boleh menekan atau mengintervensi narasumber. Dari sikap tersebut artinya jurnalis tersebut beretikad baik,” ungkapnya.

Lanjut Prawira, kenyamanan narasumber pun harus dipenuhi oleh jurnalis ketika hendak melakukan wawancara. Ia dengan tegas melarang sikap agresif yang dilakukan oleh jurnalis yang dapat menimbulkan keresahan narasumber.

“Jika ada jurnalis atau wartawan seagresif itu, narasumber harus meminta ruang hak jawabnya. Tentunya Dewan Pers akan melakukan screening ke media tempat jurnalis bekerja terlebih dulu sebelum melakukan tindakan,” jelas Prawira.

Prawira memberikan sudut pandangnya terkait adanya pemblokiran nomor wartawan usai melakukan wawancara. Ia mengatakan tentunya harus diperhatikan alasan pemblokiran itu, jika ketidaknyamanan menjadi alasan dan tidak ada kepentingan terkait validasi data, maka narasumber berhak melaporkan kejadian tersebut ke Dewan Pers.

Baca Juga :   Kenalkan Jargon Program 'Selaras', Berikut Riwayat Karir Kapolres Tulungagung

“Seperti yang tercantum pada Kode Etik Jurnalistik, esensi Etikad itu tentunya tidak hanya berpengaruh pada jurnalis itu sendiri, akan tetapi juga mengacu pada kenyamanan narasumber,” tegasnya.

Ia menambahkan, Dewan Pers tentunya akan mencari tahu terkait ada atau tidaknya unsur pidana. “Jika ada unsur pidana, seperti pengancaman, jelas laporkan ke pihak berwajib,” tambahnya.

Terlebih lagi lanjut Prawira, Dewan Pers akan meninjau ulang apakah media tersebut benar-benar telah memiliki badan hukum. Jika media tersebut memiliki badan hukum, maka Dewan Pers tentu akan memberikan sanksi tegas kepada media tersebut.

Saat disinggung tanggapan terkait fenomena tersebut, Prawira menjelaskan bahwa AJI Palembang juga turut menjaga ekosistem profesionalisme jurnalis dan media di Indonesia, khususnya di Sumsel.

Tidak lupa Prawira bersama AJI mengajak seluruh jurnalis untuk menjaga ekosistem media di Indonesia dengan cara bekerja secara profesional.

Kode Etik Jurnalistik dibuat tidak hanya untuk melindungi jurnalis, tetapi juga melindungi narasumber dari jurnalis yang tidak bisa bekerja profesional.

“Jangankan narasumber, kalau warga tidak nyaman dengan suatu berita yang tayang di media, tentu bisa dilaporkan ke Dewan Pers,” tegasnya.

“Jika ada jurnalis bekerja tidak profesional, laporkan ke Dewan Pers,” ucapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Ogan Komering Ilir, Abdullah Rifai mengaku sebagai narasumber dirinya tidak merasa nyaman akan pemberitaan yang menurutnya tidak berimbang.

Ia menilai tidak berimbangnya berita tersebut karena beberapa pernyataan yang diungkap di pemberitaan itu sangat cenderung mengarah opini penulis.

Menurutnya, tuduhan yang terlanjur terpublikasi cenderung fitnah ketimbang fakta dari peristiwa sebenarnya. Hal tersebut tentunya berdampak pada institusi tempat ia bekerja hingga di kehidupan sosialnya.

“Jika membaca berita kemarin, saya seolah telah menjadi tersangka tanpa dilakukan proses penyidikan terlebih dahulu,” ujarnya.

Baca Juga :   Pembukaan MTQ ke-29, Bupati Kapuas Hulu Apresiasi Partisipasi Anak-Anak Embaloh Hilir

Lanjutnya, media tersebut secara terus menerus memberitakan tanpa menyertakan bukti atas perbuatan yang dituduhkan itu.

Menurutnya, hal itu seolah menggiring opini publik bahwa tindakan itu benar-benar ia lakukan, sementara ia sendiri telah memberikan penjelasan saat diwawancarai.

“Saat itu saya telah menjelaskan bahwa pihak saya hanya menetapkan jadwal serta melakukan pengawasan terhadap berlangsungnya ujian itu sendiri,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, ujian tersebut diselenggarakan di sekolah masing-masing. Mulai dari persiapan lokasi, pendataan siswa hingga menetapkan anggaran penyelenggaraan.

“Termasuk juga penggandaan lembar ujian yang dituding kami sebagai operatornya. Semua diserahkan ke sekolah penyelenggara,” tandasnya.(*

  • Bagikan