Petani OKI Terapkan Tumpang Sari Padi Gogo di Lahan Sawit, Sampoerna Agro Beri Dukungan Teknis

  • Bagikan

SUMSELDAILY.CO.ID, OGAN KOMERING ILIR – Langkah inovatif dalam mendukung program swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah kini tengah diuji coba di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Para petani di Desa Mulya Jaya, Kecamatan Mesuji Raya, mulai menerapkan sistem tumpang sari dengan menanam padi gogo di sela-sela tanaman sawit yang sedang dalam masa peremajaan (PSR). Inisiatif ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Pertanian, Pemerintah Kabupaten OKI, dan PT Sampoerna Agro Tbk, yang bertujuan untuk mengoptimalkan produktivitas lahan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

Pada Kamis (16/1/2025), Penjabat (Pj) Bupati OKI, Asmar Wijaya, bersama Plt. Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Heru Tri Widarto, dan Direktur CA & Legal PT Sampoerna Agro Tbk, Eris Eriaman, meninjau langsung lokasi dan melakukan tanam perdana padi gogo di lahan sawit milik petani. Kehadiran mereka menjadi simbol dukungan penuh pemerintah dan swasta terhadap program yang menjanjikan ini.

Sampoerna Agro: Mendampingi Petani, Mengawal Program Pemerintah

PT Sampoerna Agro Tbk, sebagai salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terkemuka di Indonesia, mengambil peran aktif dalam menyukseskan program tumpang sari ini. “Kegiatan hari ini merupakan siklus kerja sama antara Sampoerna Agro dengan para petani melalui program PSR,” jelas Eris Eriaman, Direktur CA & Legal PT Sampoerna Agro Tbk. Melalui program ini, Sampoerna Agro memberikan bantuan dan pendampingan teknis kepada petani, khususnya dalam pengolahan lahan yang sesuai untuk penanaman padi gogo.

Komitmen Sampoerna Agro dalam mendukung program swasembada pangan ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. “Upaya ini bagian dari komitmen Sampoerna Agro dalam mendukung Asta Cita swasembada pangan nasional,” tegas Eris. Dengan lahan PSR yang luas di Indonesia, mencapai 19 ribu hektare, dan 16 ribu hektare di antaranya sudah tertanam, Sampoerna Agro memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam peningkatan produksi pangan nasional.

Pemilihan padi gogo sebagai tanaman sela bukan tanpa alasan. Varietas padi ini dikenal tahan terhadap kekeringan dan tidak memerlukan pengairan yang banyak, sehingga cocok untuk ditanam di lahan perkebunan sawit yang sedang dalam masa peremajaan. “Lebih lanjut Aris menjelaskan padi gogo merupakan suatu jenis padi yang tidak ditanam di sawah yang memerlukan pengairan yang banyak, ia acap ditanam di kebun atau ladang yang tidak memerlukan irigasi khusus,” ungkap Aris Hairmansis, Peneliti Utama Badan Riset Nasional (BRIN), yang turut hadir dalam acara tanam perdana tersebut.

Pj Bupati OKI, Asmar Wijaya, menjelaskan bahwa lahan sawit yang sedang dalam masa peremajaan biasanya tidak produktif selama dua tahun pertama. “Areal peremajaan sawit rakyat (PSR) yang berstatus “idle” berpotensi dapat ditanami padi gogo melalui tumpang sari tanaman sela atau intercropping selama dua tahun. Yakni pada areal Tanaman Belum Menghasilkan tahun pertama (TBM I) dan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Kedua (TBM II),” terangnya. Dengan memanfaatkan lahan idle tersebut untuk menanam padi gogo, petani tetap dapat memperoleh penghasilan sembari menunggu tanaman sawit mereka berproduksi kembali.

Potensi Besar OKI: Menuju Lumbung Pangan Sumatera Selatan

Dengan luas lahan PSR mencapai 36.932 hektare, terluas di Indonesia, OKI memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi lumbung pangan di Sumatera Selatan. “Kami optimis dapat menambah produksi padi di Ogan Komering Ilir,” ujar Asmar Wijaya. Program tumpang sari ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan meningkatkan produksi padi di OKI secara signifikan.

Plt. Direktur Jenderal Perkebunan, Heru Tri Widarto, juga menegaskan dukungan penuh Kementerian Pertanian terhadap program ini. “Saat ini total areal perkebunan sawit rakyat di seluruh Indonesia sekitar 6 juta hektare, 36 ribu hektare diantaranya ada di Kabupaten OKI. Ini adalah potensi yang besar untuk mewujudkan swasembada pangan,” tegas Heru. Pemerintah menargetkan 600 ribu hektare lahan PSR secara nasional dapat ditanami padi gogo, termasuk 70 ribu hektare di Sumatera Selatan.

Untuk menjamin keberhasilan program ini, pemerintah memberikan dukungan berupa benih unggul, pestisida, dan herbisida kepada para petani. “Para pekebun dapat memanfaatkan bantuan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang ditumpangsarikan dengan padi gogo melalui bantuan benih unggul, pestisida dan herbisida,” ungkap Heru Tri Widarto. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban petani dan meningkatkan produktivitas hasil panen.

Dalam program ini, digunakan benih padi gogo varietas unggul IPB 9G yang dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB). Varietas ini dipilih karena ketahanannya terhadap kekeringan, toleran terhadap hama dan penyakit, serta memiliki potensi hasil yang tinggi. Dengan menggunakan benih unggul dan pengelolaan yang tepat, diharapkan hasil panen padi gogo di lahan PSR ini dapat optimal dan memberikan keuntungan yang signifikan bagi para petani.

Aris Hairmansis, Peneliti utama BRIN, menyoroti pentingnya perubahan mindset di kalangan petani sawit. “Petani sawit perlu mengubah mindset dari kebiasaan merawat tanaman kelapa sawit beralih ke tanaman padi karena siklus tanaman padi hanya berkisar 4 bulan panen sehingga harus menggunakan bibit unggul sesuai lokasi, dosis pemupukan sampai dengan pengendalian hama lahan kering yang tepat,” jelasnya.

Edukasi dan pendampingan yang intensif menjadi kunci utama dalam mengubah kebiasaan dan pola pikir petani. Mereka perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang budidaya padi gogo, mulai dari pemilihan benih, pengolahan lahan, pemupukan, hingga pengendalian hama dan penyakit. Dengan pemahaman yang komprehensif, diharapkan petani dapat menerapkan teknik budidaya padi gogo dengan baik dan memperoleh hasil panen yang maksimal.

Program tumpang sari padi gogo ini tidak hanya berdampak positif pada produksi pangan, tetapi juga pada aspek ekonomi dan sosial masyarakat, khususnya petani sawit. Dengan memanfaatkan lahan idle selama masa peremajaan sawit, petani akan mendapatkan sumber penghasilan tambahan dari hasil panen padi gogo. Hal ini tentu akan meningkatkan kesejahteraan mereka dan mengurangi potensi kerugian akibat tidak adanya pemasukan selama masa tunggu produksi sawit.

Selain itu, program ini juga akan menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian, baik dalam proses penanaman, pemeliharaan, panen, maupun pengolahan pasca panen. Dengan demikian, program ini berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan taraf hidup masyarakat di pedesaan.

Keberhasilan program tumpang sari ini tidak lepas dari sinergi dan kolaborasi antara pemerintah pusat (Kementerian Pertanian), pemerintah daerah (Pemkab OKI), sektor swasta (PT Sampoerna Agro Tbk), lembaga riset (BRIN), dan petani. Masing-masing pihak memiliki peran penting dalam menyukseskan program ini.

Kementerian Pertanian memberikan dukungan kebijakan, regulasi, dan bantuan input produksi. Pemkab OKI memfasilitasi koordinasi di tingkat lokal dan sosialisasi program kepada petani. Sampoerna Agro memberikan dukungan teknis dalam pengolahan lahan dan pendampingan kepada petani. BRIN berperan dalam memberikan pendampingan teknis dan edukasi tentang budidaya padi gogo. Dan yang terpenting, petani sebagai pelaku utama dalam program ini.

  • Bagikan
Exit mobile version