Pemprov Sumsel-ICRAF Evaluasi Restorasi Gambut, Upayakan Pemulihan

  • Bagikan

SUMSEL DAILY, PALEMBANG – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) bersama International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) Indonesia melakukan evaluasi pelaksanaan restorasi gambut. Evaluasi yang dilakukan sebagai upaya untuk perencanaan pemulihan gambut agar lebih komprehensif di masa yang akan datang.

Deputi Direktur ICRAF Indonesia, Andree Ekadinata mengatakan, pelaksanaan evaluasi restorasi gambut di wilayah Sumsel tidak lepas dari proses pemulihan ekosistem yang memakan waktu cukup lama dan membutuhkan tenaga ekstra. “Pemulihan ekosistem gambut tidak mudah, butuh waktu lama dan mungkin belum selesai sampai tahun ini saja,” ujarnya, Rabu (11/10/2023).

Untuk itu, evaluasi yang dilakukan diharapkan dapat menemukan berbagai macam capaian, permasalahan, tantangan atau hambatan yang dihadapi. Kemudian, data-data tersebut bisa dipakai untuk melakukan perencanaan yang lebih terpadu untuk pemulihan gambut dalam jangka panjang.

Andree menyebut, evaluasi itu juga di fokuskan dalam mencari potensi penyediaan pendanaan dalam upaya pemulihan gambut di Sumsel secara berkelanjutan.

“Penanganan yang memakan waktu panjang, tentunya Sumsel tidak bisa hanya bergantung pada anggaran pemerintah saja,” jelasnya.

Ia menilai, salah satu opsi sumber pendanaan yang bisa dimanfaatkan Sumsel melalui Perpres 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

“Perpres 98 Tahun 2021 sebenarnya bisa digunakan oleh Sumsel untuk mencari pendanaan dari perubahan iklim. Kalau misalnya restorasi gambut itu dimasukan sebagai upaya dalam pembayaran berbasis kinerja di dalam nilai ekonomi karbon,” ungkap Andre.

Sekretaris Daerah Sumsel, SA Supriono mengatakan, luas lahan gambut di Sumsel mencapai 1,2 juta hektar. Terbanyak ada di tiga daerah, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Musi Banyuasin (Muba) dan Banyuasin. Salah satu permasalahan yang dihadapi terkait gambut adalah kesesuaian antara luasan lahan dengan pemanfaatan yang dilakukan masyarakat.

“Dan memang untuk mengembalikan atau memperbaiki gambut dan juga fungsinya itu tidak gampang. Belum lagi kondisi iklim yang dihadapi semakin tidak menentu,” ujarnya.

Supriono menegaskan untuk perbaikan gambut yang dilakukan membutuhkan grand design yang baik, sehingga dapat memberikan dampak yang lebih optimal.

“Jadi kita perlu pikirkan juga bagaimana gambut terjaga dengan baik tetapi tidak mempengaruhi kehidupan masyarakat atau membuat mereka miskin,” pungkasnya.

  • Bagikan
Exit mobile version