SUMSELDAILY.CO.ID, PANGKALPINANG – Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terus memantau perkembangan harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit, yang sebelumnya sempat anjlok akibat kebijakan pemerintah pusat untuk melarang ekspor Crude Palm Oil (CPO), Rabu (22/6/2022).
Ketua Komisi II DPRD Babel, Agung Setiawan menilai, hingga saat ini kenaikan harga TBS sawit yang dipatok oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) maupun Sucofindo belum memuaskan secara signifikan oleh para petani mandiri.
“Karena di Permentan (Peraturan Menteri Pertanian) 01 tahun 2018 itu khusus petani plasma. Nah petani mandiri nya bagaimana? Makanya kita harapkan dalam hal ini pemerintah daerah (berlaku) adil, bagaimana harga-harga yang sudah disepakati itu dapat dijalankan,” jelas Agung kepada wartawan di Gedung DPRD Babel.
Dengan demikian, Politikus Partai Nasdem ini berharap, perbedaan harga TBS yang dipatok untuk plasma dan mandiri itu tidak timpang terlalu jauh.
“Harganya jangan terlalu jauh lah, misalnya Rp3.000 (per kg untuk plasma), sementara masyarakat petani Rp1.800 (per kg), jadi masyarakat petani ini kan merasa dirugikan,” ujarnya.
Tidak hanya masalah harga, Agung menambahkan, saat ini para petani mandiri juga terbebani dengan harga pupuk yang melonjak naik.
“Kendalanya masalah pupuk lagi, kenaikan harga sawit tidak terlalu tinggi, tapi pupuk nya mahal. Ini kan jadi dilema bagi para petani, khususnya petani mandiri,” tukasnya.
Oleh karena itu, diutarakan dia, DPRD Babel melalui Komisi II akan terus berupaya memperjuangkan kesejahteraan para petani mandiri, dengan mengusulkan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) mini.
“Kita dalam hal ini, DPRD Babel berpihak kepada masyarakat, bagaimana masyarakat kita hidup sejahtera. Maka kita harapkan nanti ada pabrik kelapa sawit mini lah yang bisa menampung (TBS-red) masyarakat petani kecil. PKS mini bisa dikelola oleh BUMD, sehingga nanti CPO bisa diekspor, dan gejolak ekonomi kita nanti dapat membantu masyarakat,” tandasnya.