Suket K3 Berlumur Uang: Dari Setoran Tunai ke Kabid hingga Insiden Lift Berdarah

  • Bagikan

SUMSELDAILY.CO.ID, PALEMBANGKetika tangan Marta Saputra terjepit lift di sebuah gedung mewah Palembang hingga putus, publik hanya tahu ini sebagai “kecelakaan kerja”. Namun, sidang di Pengadilan Negeri Palembang kini membuka tabir lain: sebuah praktik setoran tunai bernilai ratusan juta rupiah yang mengalir ke pejabat Disnakertrans Sumsel demi selembar surat kelayakan K3—dokumen yang seharusnya menjamin keselamatan, bukan memperdagangkan nyawa.

Persidangan yang menjerat Firmansyah Putra, Kabid Disnakertrans Sumsel, dan Harni Rayuni dari PT Dhiya Aneka Teknik, menguak fakta mencengangkan: perusahaan penyedia jasa K3 membayar hingga Rp 550 juta setahun, diserahkan tunai langsung ke ruang pejabat. Ironisnya, salah satu Suket yang diterbitkan justru terkait gedung tempat tragedi lift terjadi.

Sidang yang Menguak Fakta

Sidang Senin (25/8/2025) di PN Palembang berlangsung dengan tensi tinggi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahran Jafizhan menghadirkan empat saksi kunci. Mereka bukan orang biasa—pemilik dan karyawan perusahaan penyedia jasa K3 (PJK3) yang selama ini menjadi jembatan antara dunia usaha dan regulator.

“Ada biaya pengurusan Rp 2,5 juta per alat dan Rp 650 ribu per Suket. Dari Januari sampai September 2024, ada 59 perusahaan dengan 657 permohonan, total Rp 497 juta,” ungkap Hansamu Hadi Yusuf, Wakil Direktur PJ K3 Karya Jaya, di ruang sidang.

Saksi berikutnya, Nabila, Direktur Utama PT Multi Jaya Quality, mengungkap angka yang lebih fantastis:

“Kami mengurus 1.018 unit sepanjang 2024, Rp 550 ribu per Suket. Uang saya percayakan kepada karyawan, Nasrun, untuk diserahkan ke Firmansyah,” ucapnya.

Nasrun pun mengonfirmasi: “Saya serahkan tunai bertahap ke ruang Kabid di kantor Disnakertrans. Total sekitar Rp 550 juta.”

Persamaan keterangan saksi: semuanya menegaskan setoran dilakukan secara cash, tanpa bukti resmi, dan langsung ke pejabat berwenang.

Baca Juga :   Bersama Pertamina, Oca Tresia Wujudkan Pendidikan Anak-Anak Rusun 26 Ilir Palembang Melalui Program Kampung Literasi

Pola Setoran dan Celah Sistem

Dari keterangan saksi, pola yang muncul adalah:

1. Perusahaan ajukan Suket K3 → 2. Tarif dipatok per unit → 3. Setoran tunai langsung ke ruang Kabid → 4. Suket diterbitkan tanpa transparansi.

Tarif Suket disebut bervariasi antara Rp 550 ribu hingga Rp 650 ribu per unit. Tambahan “biaya pengujian” Rp 2,5 juta per alat kian mempertebal angka total. Jika dikalkulasikan, hanya dua perusahaan yang bersaksi sudah menyetor lebih dari Rp 1 miliar dalam setahun.

Masalahnya: tidak ada dasar pungutan yang jelas. Apakah ini PNBP? Retribusi daerah? Atau hanya “biaya administrasi” di luar aturan? Jawaban ini akan menentukan apakah pungutan itu sekadar maladministrasi atau murni korupsi.

Benang Merah ke Insiden Lift

Kejadian tragis di gedung Atyasa menjadi bab paling kelam. Marta Saputra (41), kru pencahayaan sebuah pesta pernikahan, mengalami lengan putus dan kaki patah setelah lift barang anjlok. Investigasi awal menyebut kelalaian operator, tapi fakta di persidangan mengungkap Suket laik K3 untuk gedung itu diterbitkan oleh PJK3 atas nama PT Dhiya Aneka Teknik—perusahaan yang kini direpresentasikan oleh terdakwa Harni Rayuni.

Jika benar Suket ini diterbitkan meski lift tak pernah diperiksa selama lebih dari tiga tahun, maka bukan hanya penyalahgunaan wewenang, tetapi kejahatan yang mengorbankan keselamatan manusia.

Hukum dan Ancaman

Firmansyah dan Harni dijerat Pasal 12 huruf b, e, Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 dan 56 KUHPidana, dengan ancaman maksimal seumur hidup. Namun persoalan lebih besar mengintai: bagaimana mekanisme sertifikasi K3 bisa diperdagangkan? Mengapa pengawasan internal lemah? Dan siapa saja yang menikmati aliran dana ini?

Dampak Sistemik

Baca Juga :   PN Palembang Lepas Ketua dan Dua Hakim dengan Haru

Kasus ini memicu pertanyaan mendasar: seberapa aman fasilitas publik yang kita gunakan? Jika Suket laik K3 dapat dibeli, berapa banyak lift, eskalator, crane, atau boiler yang lolos tanpa pemeriksaan? Skandal ini bukan sekadar korupsi—ini bom waktu keselamatan publik.

Fakta Sidang

Total setoran (versi saksi):

PT Karya Jaya: Rp 497 juta (Jan–Sep 2024)

PT MJQ: Rp 524–550 juta (Jan–Des 2024)

Tarif Suket: Rp 550 ribu – Rp 650 ribu/unit

Biaya pengujian: Rp 2,5 juta per alat

Penyerahan: Tunai, langsung ke Kabid Disnakertrans

Kasus terkait: Insiden lift Atyasa, korban lengan putus

Penutup

Sidang ini baru awal. Benang kusut antara regulasi K3, bisnis sertifikasi, dan kepentingan pejabat membuka ruang untuk audit nasional. Sebab jika benar Suket laik K3 bisa dibeli, maka keselamatan kerja di negeri ini sedang berada di ujung tanduk.

  • Bagikan