SUMSEL DAILY, PALEMBANG – Lima terdakwa dihadirkan kembali dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Asam Persero Tbk (PTBA) melalui anak perusahaan PT Bukti Multi Investama (BMI) di Pengadilan Tipikor Palembang. Turut juga menghadirkan 2 saksi, Sabtu (06/01/2024).
Sidang tersebut di ketuai Fitriadi SH MH, dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Muara Enim, serta menghadirkan dua orang saksi Danang Sudira sebagai Dirut PT. BMI dan Suherman sebagai Dirut PT. BMI periode tahun 2020-2021 dan mantan Komisaris PT. BMI.
Dalam fakta persidangan salah satu saksi Danang Sudira mengatakan, PT. BMI mengambil Alih PT. SBS, sebelum mengambil alih PT SBS dirinya mengatakan sudah dapat izin dari RUPS termasuk pinjaman 49 miliar, dari laporan RUPS ada keuntungan sebesar Rp 24 miliar di tahun 2017 dan ada kenaikan produksi berdasarkan target, dari tahun 2015 ada 1,4 juta DCM, di tahun 2016 menjadi 4 juta DCM, 2017 menjadi 9,4 juta DCM, semenjak di Akuisisi
“Di tahun 2018 masa jabatan saya berakhir di PT. BMI dan kembali bertugas di PTBA. Rancangan pengambilalihan berdasarkan akte yang dikeluarkan oleh notaris di tahun 2016, saya tidak mengetahui ada hutang sebesar Rp 400 miliar lebih, namun saat diambil alih ada hutang PT. SBS sebesar Rp 300 miliar lebih yang saya ketahui,” terang Danang.
Sebelum mengakuisisi PT. SBS ada dua perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan yaitu Bukit Asam Medika dan PT. Bumi Sawindo Permai, mempunyai perjanjian berdasarkan RUPS dibawah naungan PT. BMI sebelum mengakuisisi PT. SBS.
“Didalam RKAP, memang ada tugas dari kementrian BUMN mensuport kebutuhan batubara untuk kebutuhan Domestik, ada larangan dari Kementrian Minerba terkait. Ketergantungan PTBA kepada PT. KAI, bahkan sempat mogok beroperasi selama lebih kurang 1 bulan,” ungkapnya.
Saat itu sepengetahuan saya da penyetoran modal dari PTBA ke PT. BMI yang ditandatangani oleh notaris tanggal 14 Oktober tahun 2014, saat pendirian PT. BMI memiliki modal sebesar Rp 70 miliar, tidak perlu ada RUPS terkait PT. Tise Sejahtera karena koordinasi lebih mudah, PT. SBS beroperasi setelah di akuisisi, PT. SBS diberi tugas untuk meningkatkan kapasitas tahun 2015 sebanyak 5,3 juta kubik, kemudian tahun 2017 ada 24,6 juta kubik batubara.
“Makanya untuk melaksanakan tugas tersebut PT. SBS mengajukan pengadaan alat berat ke leasing untuk menunjang kinerja tersebut sebesar Rp 700 miliar dan itu akan menjadi aset PT. SBS meskipun pemegang saham adalah PT. BMI, dan yang diuntungkan adalah PTBA,” terangnya.
Dirinya juga menuturkan merasa bangga atas akuisisi tersebut, karena mampu memberikan keuntungan untuk negara
Sementara itu saat diwawancarai usai sidang, penasehat hukum PT.BA Gunadi Wicaksono mengatakan, ini adalah bisnis dan kaitannya dengan nasib seseorang, berdasarkan ketentuan undang-undang perusahaan maupun AD/ART dalam dakwaan JPU menyebutkan telah menyimpang dan melanggar.
“Namun tadi dalam persidangan semua bukti yang semula tidak ada ternyata semua ada, diakusisinya PT. SBS oleh PT. BMI ini membawa keuntungan luar biasa untuk PTBA, bahkan saksi Danang Sudira dalam persidangan mengatakan, merasa bangga melakukan Akuisisi ini karena membawah manfaat yang begitu besar bagi PT BA,” tegasnya.
Dalam dakwaan ada kerugian negara yang dialami yang berasal dari PTBA dan ini menjadi janggal bagi kami karena PTBA tidak di periksa laporan keuangannya dan tidak pernah disajikan dalam persidangan.
“Apakah benar ada kerugian negara, nyatanya banyak keuntungan yang diperoleh oleh PTBA selain dari financial dan dari sisi beginning power, selama ini terbelenggu oleh perusahaan jasa pertambangan PT. PAMA dan sebelum ada PT. SBS mau nggak mau harga yang ditetapkan oleh PT. PAMA saat negoisasi tidak berhasil maka harga yang ditetapkan PAMA tersebut terpaksa diambil. Semenjak ada PT. SBS kalau PT. PAMA tidak setuju maka pekerjaan akan diserahkan ke PT. SBS, dengan adanya kondisi ini tarif PT. PAMA turun, dengan turunnya jasa produksi tentunya ini akan menjadikan penghematan besar bagi PTBA,” jelasnya.
Pihaknya sendiri merasa bingung dengan perkara ini, sebab dirasa kerugian negaranya dimana makanya mereka sepakat dan memohon kepada majelis, laporan perhitungan kerugian negara bisa disajikan di persidangan, karena dalam dakwaan ada satu dokumen yang dihitung sebagai kerugian negara yaitu tentang ekuitas negatif, dalam ilmu akuntansi tidak masuk dalam katagori kerugian negara dan Ekuitas itu terjadi sebelum PT. SBS diakuisisi.
“Menurut undang-undang kerugian negara melalui PTBA mengeluarkan uang, dan uang yang dikeluarkan sebesar Rp 48 miliar dan Rp 49 miliar jumlahnya nggak sampai Rp 100 miliar, sedangkan dalam dakwaan kerugian negara tertulis sebesar Rp 162 miliar hitungannya darimana, ini yang menurut kami aneh dan janggal, nanti akan kami buktikan dipersidangan,” tegasnya.
Dirinya menambahkan, berdasarkan aturan tidak ada yang di langgar mengenai akuisisi, dan sudah melalui kajian, ekuitas negatif sempat terjadi di tahun 2021 dan itu hampir semua perusahan di dunia mengalaminya karena saat itu Covid semua perusahaan berhenti dan tidak ada yang memperoleh untung, nanti akan pihaknya sampaikan pada persidangan berikutnya, pada November 2023 keuntungan sudah positif.
“Untuk menyangkal dakwaan JPU kami akan mengambil langkah, diantaranya membuat sanggahan dengan memberikan bukti-bukti, kami akan menghadirkan ahli yang benar-benar paham dengan ilmu bisnis pertambangan, dan menurut kami dakwaan JPU bukan hanya kabur tapi keliru karena tidak sesuai dengan fakta,” tutupnya.