Perkara Korupsi Tol Betejam
PALEMBANG,SUMSELDAILY.CO.ID – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pemalsuan dokumen pengadaan tanah proyek Jalan Tol Betejam tahun 2024 kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Kamis (14/8/2025).
Terdakwa Ir Amin Mansyur SH MH, eks pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dosen hukum, hadir langsung di ruang sidang mengenakan kemeja putih. Ia didampingi kuasa hukumnya, Advokat Husni Candra SH MH, yang membacakan nota pembelaan atau pledoi di hadapan majelis hakim.
Kasus ini ditangani Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin (Muba). Namun, menurut kuasa hukum, perkara ini tidak menimbulkan kerugian negara sehingga tidak tepat dikategorikan sebagai Tipikor.
Sidang Dipimpin Wakil Ketua PN Palembang
Sidang dipimpin Wakil Ketua PN Palembang Fauzi Isra SH MH bersama hakim anggota Agus Susanto SH MH.
Dalam pledoinya, Husni Candra menguraikan tiga alasan utama mengapa dakwaan JPU dianggap tidak tepat:
1. Surat Kuasa Bersifat Privat, Bukan Pidana
Surat kuasa yang terbit pada 4 November 2024 dan dicabut 14 November 2024 hanyalah hubungan hukum privat (perdata). “Tidak ada peralihan hak yang terjadi. Ini murni privat to privat, bukan ranah pidana,” tegasnya.
2. Surat Bantahan Sesuai Prosedur Daftar Nominatif
Husni menjelaskan, surat bantahan yang dibuat kliennya merujuk pada daftar nominatif proyek jalan tol yang masih bersifat sementara. “Nama PT SMB tercantum sebagai pihak yang berhak, namun statusnya kandidat. Surat itu hanya digunakan 14 hari, lalu dicabut. Tidak ada pelanggaran,” katanya.
3. SPPF Tidak Wajib Tanda Tangan Kades atau Saksi
Mengacu pada PP 19/2021 dan PP 39/2023, Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPPF) tidak memerlukan tanda tangan kepala desa atau saksi. “Membagikan blanko SPPF bukan tindakan melawan hukum,” ujarnya.
Tidak Ada Unsur Pemalsuan
Kuasa hukum menegaskan bahwa tuduhan pemalsuan seharusnya mengacu pada Pasal 263 KUHP, bukan UU Tipikor. “Tidak ada dokumen palsu atau yang dibuat palsu. Bahkan kuasa hanya berlaku tujuh hari, bagaimana bisa disebut permufakatan?” kata Husni.
Ia juga memperingatkan dampak sosial jika dakwaan dipaksakan. “Kalau memberi informasi dianggap tindak pidana, masyarakat akan takut untuk peduli. Ini berbahaya bagi kesadaran hukum,” tambahnya.
Harapan Putusan Bebas
Pihak terdakwa meminta majelis hakim memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan. “Ahli JPU sendiri menyatakan kawasan tersebut adalah hutan HPL. Apa yang mau dipalsukan jika tanahnya milik negara?” ujar Husni.
Sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan pada jadwal berikutnya. Perkara ini menjadi sorotan publik karena menyangkut pengadaan tanah proyek strategis nasional Jalan Tol Betejam di Sumatera Selatan.














