SUMSELDAILY.CO.ID, PALEMBANG – Ditengah carut-marut rencana Revitalisasi pasar 16 ilir, belum ada titik temu antara pihak pedagang/pemilik kios dengan pihak PT BCR yang didukung oleh Perumda Pasar Palembang Jaya/Pemkot Palembang.
Dimana dalam permasalahan ini pihak PT BCR beralasan SHM SRS telah habis masa berlakunya sejak bulan Januari 2016 sehingga para pedagang/pemilik kios yang tidak bersedia membeli kembali kios harus angkat kaki dari dalam gedung selambat-lambatnya tanggal 30 September 2024.
Namun ultimatum PT BCR dan Perumda Pasar Palembang Jaya di tolak tegas oleh para pemilik kios/pedagang pasar 16 ilir, para pedagang tetap akan mempertahankan hak kepemilikan nya atas kios gedung pasar 16 ilir, karena para pedagang merasa memiliki bukti kepemilikan atas kios di gedung pasar 16 ilir yaitu berupa SHM SRS yg tidak ada batas waktu nya, Rabu (18/9/2024).
Permasalahan kepemilikan atas kios Gedung Pasar 16 berimbas terjadinya saling lapor di Kepolisian Resort Kota Besar Palembang dan di Polda Sumsel, dimana atas kejadian insiden pengerusakan dan penjarahan yang sempat viral beberapa waktu lalu, pihak pedagang Melaporkan insiden tersebut ke Polda Sumsel dan pihak Perumda Pasar melaporkan 12 para pedagang/pemilik kios ke Polrestabes dengan laporan penyerobotan tanah dan tuduhan menguasai lahan tanpa hak.
Menyikapi hal tersebut, belasan pedagang pasar 16 Ilir Palembang, yang dilaporkan oleh Perumda Pasar Palembang Jaya ke Polisi, atas dugaan menempati dan menguasai lahan gedung tanpa adanya izin, melalui tim kuasa hukum pedagang pasar 16 Ilir Palembang yang tergabung dalam P3SRS yaitu Edy Siswanto mengatakan, bahwasanya laporan Perumda Pasar adalah bentuk nyata dari upaya tandingan atas laporan di Polda Sumsel dan bentuk nyata sebagai upaya kriminalisasi agar para pedagang/pemilik kios menyerahkan haknya.
“Perlu diketahui bahwa laporan tersebut tidak berdasarkan hukum, penggunaan Perpu 51 tahun 1960 dan pasal 385 itu tidak relevan” terang Edy, karena para pedagang tidak menguasai tanah melainkan kios yang ada bukti hak nya berupa SHMSRS,” terangnya.
Dirinya menjelaskan, bahwa Perpu itu menuduh seseorang menguasai tanah tanpa hak, untuk pasal 385 menuduh seseorang penyerobotan tanah, penyerobotan itu unsurnya lebih penggelapan atas tanah, tanah tanpa hak dijualkan atau di sewakan.
“Sementara ini yang dilaporkan adalah 12 pedagang yang memiliki kios dan memiliki bukti otentik yaitu sertifikat SHM Sarusun di dalam gedung pasar 16 Ilir tersebut,” ungkapnya..
Edy menjelaskan, kios dalam gedung pasar 16 Ilir Palembang ini memiliki bukti kepemilikan hak dan namanya SHM Sarusun yang dimiliki oleh ribuan pedagang termasuk 12 pedagang yang dilaporkan itu. Perlu diketahui pedagang yang memiliki sertifikat SHM Sarusun, mereka membeli dari PT.Prabu Makmur yang dulu merupakan pengelola gedung pasar 16 Ilir lalu di jual ke pedagang dan sertifikat tersebut berganti nama atas nama pembeli/pedagang.
“Jadi tidak benar, bila para pedagang ini disebut mengauasai tanah tanpa hak, kalau pun kios itu dianggap sebagai sebidang tanah itu keliru karena petak-petak ini dalam gedung tidak di luar gedung,” jelasnya.
Para pedagang memiliki hak, karena para pedagang memiliki sertifikat yang berkekuatan hukum karena ada UU yang menjamin itu, UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang sarusun menjamin hak milik sarusun yang selanjutnya disebut SHM Sarusun, definisi ini disebut dalam pasal 1 angka 11 bahwa SHM Sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah pengelolaan.
Edy menegaskan, andai pun gedung pasar 16 Ilir berubah fungsi, dan yang merubah fungsinya wajib menjamin kepemilikan Sarusun tersebut bukan menghilangkan hak tapi harus mengganti rugi.
“Jadi apa yang dilaporkan oleh Perumda Pasar Jaya bukanlah pidana namun perdata, kami kuasa hukum pedagang menyakini Satreskrim Polrestabes Palembang dalam penanganan laporan Perumda Pasar Palembang Jaya akan objektif dan profesional dalam menanggani perkara, karena perkara itu tidak terpenuhi unsur-unsur pidananya yang dilaporkan itu ada bukti kepemilikan dan ada hak atas kios tersebut,” terangnya.
Tindakan yang dilakukan Perumda Pasar Jaya dengan melaporkan para pedagang ke Polisi bukanlah hal yang benar, karena Perumda Pasar Jaya adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), seharusnya sebagai perwakilan Pemerintah kota Palembang, lebih mengutamakan melindungi kepentingan para pedagang yang notabennya adalah warga kota Palembang yang taat membayar pajak dan para pedagang lah yang menggiatkan perekonomian kota Palembang.
“Harusnya para Pedagang dilindungi namun kenyataannya para pedagang ini justru di kriminalisasi,” tutupnya.(*)