SUMSELDAILY.CO.ID, OKI – Suasana politik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) semakin memanas. Penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) periode 2024-2029 berujung pada pengajuan mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD OKI.
Akar permasalahan bermula dari absennya keterwakilan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam susunan AKD yang ditetapkan pada Jumat, 25 Oktober 2024. Diduga, kedua fraksi ini ngotot ingin menguasai Komisi III dengan menempatkan seluruh anggotanya di komisi tersebut.
Wakil Ketua II DPRD OKI, Nanda SH, menjelaskan bahwa penetapan AKD tanpa PDIP dan PKB disebabkan oleh walk out yang dilakukan kedua fraksi tersebut. “Fraksi PDIP dan PKB menumpuk semua anggotanya di salah satu komisi, yang berdasarkan tata tertib tidak diperbolehkan karena tidak ada perimbangan di setiap komisi,” ungkapnya.
Nanda menegaskan bahwa tindakan kedua fraksi tersebut melanggar tata tertib DPRD OKI. “Makanya penetapan kemarin Jumat (25/10) tidak ada dari fraksi PKB dan PDIP karena sampai hari penetapan kemarin mereka tidak menyampaikan susunan fraksi mereka di AKD DPRD OKI,” tegasnya.
Sumber media ini menyebutkan bahwa PDIP dan PKB berkeras tidak mau mengubah usulan fraksinya meskipun telah ditegaskan melanggar tata tertib. Anggota Fraksi PKB dan PDIP ditumpuk di satu komisi III sehingga berjumlah 21 anggota dan hal ini memicu protes seluruh fraksi lainnya. “Mereka ngotot mau menguasai Komisi III, makanya semua anggotanya dimasukkan ke komisi itu,” ungkap sumber tersebut.
Perebutan Kursi Ketua Komisi III dan Ambisi Terselubung
Dugaan perebutan kursi Ketua Komisi III ini semakin mempertegas motif di balik aksi walk out PDIP dan PKB. Dengan menguasai mayoritas anggota di Komisi III, kedua fraksi ini diyakini ingin memuluskan langkahnya merebut posisi Ketua Komisi.
“Ini jelas politik dagang sapi. Mereka ingin menguasai komisi yang dianggap basah,” ujar pengamat politik lokal yang enggan disebutkan namanya.
Namun, benarkah ambisi PDIP dan PKB hanya sebatas menduduki kursi Ketua Komisi III? Atau ada agenda terselubung lain yang ingin mereka raih dengan menguasai komisi tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menghantui publik dan menunggu jawaban yang jelas dari kedua fraksi.
Mosi Tidak Percaya terhadap Ketua DPRD OKI
Kekecewaan enam fraksi lainnya, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai NasDem Sejahtera (gabungan NasDem dan PKS), Partai Hanura, dan Partai Golkar, memuncak dengan pengajuan mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD OKI.
Mosi tidak percaya tersebut disampaikan dalam rapat paripurna melalui Fraksi PAN yang mewakili enam fraksi. Anggota DPRD dari Fraksi PAN, Budiman, menjelaskan bahwa mosi tidak percaya diajukan karena Ketua DPRD OKI dianggap mendukung tindakan PDIP dan PKB yang melanggar tata tertib.
“Ketua DPRD harus mendahulukan kepentingan bangsa dan negara, kepentingan lembaga, bukan kepentingan kelompoknya saja. Ketua DPRD OKI ikut walk out artinya ia hanya mementingkan kelompoknya saja,” tegas Budiman.
Dinamika Pembentukan AKD DPRD OKI
Budiman mengungkapkan bahwa dinamika dalam pembentukan AKD sudah terjadi sejak awal. Pembentukan AKD dijadwalkan pada 21 Oktober 2024 berdasarkan keputusan rapat seluruh ketua fraksi. Namun, rapat tersebut tidak mencapai mufakat.
“Pada hari itu Fraksi PKB dan PDIP secara jelas mangkir dari ketetapan tata tertib yang ada karena mereka mengutus baik PDIP maupun PKB semua fraksinya berada di satu komisi. Sedangkan dalam tata tertib itu jelas pengutusan dan pemberian tugas ke AKD itu harus berimbang dan merata,” jelas Budiman.
Situasi semakin memanas dengan skors beberapa kali hingga akhirnya Fraksi PKB dan PDIP walk out dari paripurna, termasuk Ketua DPRD OKI dan Wakil Ketua DPRD I.
Proses penetapan susunan AKD dan pemilihan pimpinan AKD akhirnya dilaksanakan tanpa Fraksi PKB dan PDIP. Paripurna tetap dilanjutkan meskipun tanpa kehadiran kedua fraksi tersebut.
Menanti Keputusan Badan Kehormatan
Terkait mosi tidak percaya yang diajukan, pimpinan DPRD OKI akan melanjutkan ke Badan Kehormatan (BK). “Mosi ini akan diverifikasi dan diklarifikasi berdasarkan bukti dan saksi yang sesuai dengan tata tertib dan aturan yang ada. Jadi kami menunggu tindak lanjutnya seperti apa, kami akan menunggu hasil kerja dari BK,” ujar Nanda.
Budiman berharap agar PKB bijaksana dalam menyikapi hal ini dan Ketua DPRD diganti dengan kader PKB lainnya yang ada di DPRD OKI.
Polemik penetapan AKD dan mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD OKI ini menunjukkan dinamika politik yang cukup intensif di DPRD OKI periode 2024-2029. Akankah mosi tidak percaya berhasil menggulingkan Ketua DPRD OKI? Mungkinkah ada sanksi bagi PDIP dan PKB yang dengan sengaja melanggar tata tertib? Apa sebenarnya ambisi terselubung kedua fraksi ini? Kita tunggu kelanjutan kisah politik di Bumi Bende Seguguk ini.
Penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD OKI periode 2024-2029 diwarnai polemik. Absennya keterwakilan Fraksi PDIP dan PKB dalam susunan AKD, diduga akibat upaya kedua fraksi tersebut untuk menguasai Komisi III, memicu mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD OKI.
Kedua fraksi tersebut dianggap melanggar tata tertib DPRD OKI karena menumpuk semua anggotanya di salah satu komisi. Ketua DPRD OKI juga dinilai mendukung tindakan PDIP dan PKB yang melanggar tata tertib tersebut. Mosi tidak percaya kini berada di tangan Badan Kehormatan untuk diverifikasi dan diklarifikasi.
Publik menanti keputusan Badan Kehormatan terkait nasib Ketua DPRD OKI dan sanksi yang mungkin dijatuhkan kepada PDIP dan PKB.