SUMSELDAILY.CO.ID, PALEMBANG – Debat publik perdana bagi calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Selatan 2024 memancing kritik keras dari pengamat politik dan Direktur Eksekutif Forum Demokrasi Sriwijaya, Bagindo Togar. Baginya, acara yang seharusnya mengangkat visi pembangunan Sumsel justru terkesan kacau dan tak terarah akibat subtema debat yang acak dan berlebihan.
“Debat ini malah mirip arena ujian akademik, bukan forum yang menggali solusi bagi rakyat. Struktur dan rangkaian subtema hanya membuat kandidat sempoyongan dan menyajikan jawaban normatif tanpa arah,” ujarnya, Senin, 28 Oktober 2024, sesaat sebelum debat dimulai.
Bagindo Togar menyayangkan debat yang seharusnya menjadi ajang pengupasan isu krusial, justru berakhir menjadi parade gagasan acak. Menurutnya, penyelenggara gagal mengedepankan tema yang relevan, sehingga mengorbankan substansi demi kesan debat yang padat materi.
“Penyelenggara seakan lebih mementingkan ego dan ‘kecerdasan semu’ ketimbang memfasilitasi forum yang menggali persoalan nyata di Sumsel,” kritiknya.
**Format Debat yang Buram dan Tak Realistis**
Bagindo mencermati bahwa format debat kali ini membebani para kandidat dengan rangkaian subtema kompleks yang tidak berkesinambungan. Alih-alih menghadirkan diskusi substantif, penyelenggara malah menyusun debat seperti seminar akademik yang justru membingungkan kandidat dan audiens.
“Apa relevansinya subtema yang seolah diatur borongan ini? Bahkan ajang pemilihan rektor saja tidak serumit ini. Seharusnya debat ini fokus pada persoalan nyata yang rakyat Sumsel hadapi setiap hari,” tegasnya.
Kritik Bagindo Togar juga menyasar pemilihan subtema yang dirasanya tidak realistis untuk dijawab dalam satu forum terbatas.
“Kalaupun kandidat merespons, besar kemungkinan mereka hanya bisa memberikan jawaban normatif yang bias dan kurang menjawab inti masalah,” lanjutnya.
Menurut Bagindo Togar, ketidakjelasan tema debat justru berpotensi mengundang ketidakpuasan publik, terutama pemilih rasional yang berharap mendapat gagasan konkret dari para kandidat.
**Kekhawatiran Publik akan Format Debat yang Kurang Fokus**
Lebih jauh, Bagindo Togar menilai format debat seperti ini hanya akan merugikan penyelenggara itu sendiri. Publik bisa menilai bahwa acara debat ini tak lebih dari ajang pamer kecerdasan semu tanpa visi yang jelas.
“Dengan subtema sekompleks ini, publik kemungkinan besar akan kecewa dan skeptis. Pemilih rasional, terutama yang masih bimbang, tak akan mendapat inspirasi apa pun dari debat yang tanpa arah ini,” jelasnya.
Bagindo Togar bahkan berani memprediksi bahwa penonton debat, baik yang hadir langsung maupun yang menyaksikan melalui siaran, akan merasa acara ini tidak membawa dampak positif bagi proses demokrasi.
“Jika penyelenggara tidak segera mengevaluasi, debat-debat berikutnya bisa semakin kehilangan esensinya dan gagal menarik minat publik,” tambahnya.
**Seruan Evaluasi bagi Penyelenggara KPU**
Di akhir analisanya, Bagindo Togar mengimbau penyelenggara debat, dalam hal ini KPUD, agar tidak ragu melakukan evaluasi mendalam terhadap format debat perdana ini. Menurutnya, kelemahan format yang ada menjadi penanda bahwa penyelenggara harus lebih peka dan fokus pada kebutuhan pemilih dalam perdebatan mendatang.
“Jangan sampai ajang debat ini hanya menjadi panggung ego. Jika evaluasi tidak dilakukan, debat berikutnya bisa kehilangan makna, dan yang rugi tentu adalah rakyat yang berharap pada kualitas para kandidat,” pungkasnya.
Bagi Bagindo Togar, evaluasi ini adalah langkah awal agar debat publik berikutnya bisa lebih terstruktur, berbobot, dan mendekatkan kandidat pada kebutuhan rakyat.(*)